Kami Mencari Perawat Freelance

Hanya untuk yang amanah dalam bekerja

Daftar Sekarang

Mengapa Dada Terasa Nyeri dan Sakit Ketika Habis Putus Cinta dan Sakit Hati?

Mengapa Dada Terasa Nyeri dan Sakit Ketika Habis Putus Cinta dan Sakit Hati?

Ketika orang merasa sakit hati atau sehabis putus cinta ataupun ditinggal oleh orang yang sangat kita cintai, apa yang sebenarnya terjadi di dalam tubuh yang menyebabkan rasa sakit secara fisik di dada? Apakah ini termasuk kita sedang mengalami serangan jantung? Robert Emery dan Jim Coan profesor psikologi di University of Virginia mencoba untuk menjawab alasan dibalik hal tersebut.

Istilah-istilah seperti sakit hati dan nyeri dada lebih dari sekadar metafora karena istilah-istilah itu menggambarkan pengalaman rasa sakit fisik dan emosional. Saat kita merasakan sakit hati misalnya, kita mengalami perpaduan antara stres emosional dan sensasi yang dipicu oleh stres di dada kita seperti otot tegang, detak jantung meningkat, aktivitas perut yang tidak normal dan sesak napas. Secara klinis rasa sakit emosional melibatkan daerah otak yang sama dengan rasa sakit fisik dan bukti ini menunjukkan bahwa keduanya saling terkait.

Bagian otak yang mengelola rasa sakit fisik dan emosional adalah sama

Tapi bagaimana emosi memicu sensasi fisik? Para ilmuwan tidak mengetahuinya secara pasti tetapi baru-baru ini para peneliti nyeri menemukan jalur yang mungkin dari pikiran ke tubuh. Menurut sebuah studi tahun 2009 dari University of Arizona dan University of Maryland aktivitas di wilayah otak yang mengatur reaksi emosional yang disebut anterior cingulate cortex membantu menjelaskan bagaimana penghinaan emosional dapat memicu reaksi fisik biologis.

Selama pengalaman yang sangat menegangkan atau menyakitkan maka korteks cingulate anterior dapat merespons dengan meningkatkan aktivitas saraf vagus — saraf yang dimulai di batang otak dan terhubung ke leher, dada dan perut. Ketika saraf vagus terlalu terstimulasi maka itu bisa menyebabkan rasa sakit dan mual.

Sakit hati bukanlah satu-satunya cara rasa sakit emosional dan fisik bersinggungan di otak kita. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa bahkan mengalami rasa sakit emosional atas nama orang lain yaitu empati atau simpati dapat memengaruhi persepsi rasa sakit ditubuh kita. Dan efek empati ini tidak terbatas pada manusia. Pada tahun 2006 sebuah makalah penelitian yang diterbitkan di Science mengungkapkan bahwa ketika seekor tikus mengamati pasangan dikandangnya kesakitan maka kepekaannya terhadap rasa sakit fisik meningkat. Dan saat berhubungan dekat dengan tikus yang ramah dan tidak terluka maka kepekaannya terhadap rasa sakit berkurang.

Segera setelah itu, salah satu dari kami (Coan) menerbitkan studi MRI fungsional pada manusia yang mendukung temuan pada tikus Hasil penelitian menunjukkan bukti ilmiah bahwa tindakan kebaikan sosial yang sederhana seperti berpegangan tangan atau berciuman dapat menumpulkan respons otak terhadap ancaman rasa sakit fisik dan dengan demikian mengurangi rasa sakit.

Pengalaman sakit melibatkan beberapa daerah otak yang terlibat dalam mengantisipasi rasa sakit dan mengatur emosi negatif termasuk insula anterior kanan (yang membantu mengatur kontrol motorik dan fungsi kognitif), gyrus frontal superior (yang terlibat dalam kesadaran diri dan pemrosesan sensorik) dan hipotalamus (yang menghubungkan sistem saraf ke sistem endokrin).

Meskipun jalur biologis yang mendasari hubungan antara rasa sakit fisik dan mental ini tidak dipahami dengan baik akan tetapi penelitian seperti ini mengungkapkan betapa rumitnya hubungan itu dan betapa nyata rasa sakit dari sakit hati akan mengakibatkan sensasi yang sama pada tubuh fisik kita.

Subscribe