Kami Mencari Perawat Freelance

Hanya untuk yang amanah dalam bekerja

Daftar Sekarang

R Wibowo Wirdjodiprodjo: "Bersyukur Jalani Masa Tua Sehat dan Bahagia"

“Life don’t stop growing. Growing old peacefully and gracefully”

Memasuki masa senja bagi sebagian orang merupakan waktu yang bisa jadi membosankan. Namun, berbeda ketika menemui sosok yang satu ini R Wibowo Wirdjodiprodjo.

Wibowo yang merupakan ayah dari Ira dan Ari Wibowo ini, adalah salah satu sosok lansia sehat dan produktif. Di usianya  memasuki 88 tahun masih penuh semangat. Termasuk aktif menjadi pembicara di acara kesehatan, seperti saat peringatan Hari Lansia yang digelar Philips HealthTech beberapa waktu lalu.

“Ketika ditanya usia biasanya saya menjawab 60 tahun. Saya tidak pernah menyadari kalau sudah memasuki usia 88 tahun. Mungkin hal ‘lupa usia’ itu yang membuat saya tetap merasa muda. Tidak usah dipikirkan usia hanyalah angka,” ungkapnya tertawa ramah membuka perjumpaan dengan PerawatNers.com.

“Saya memiliki banyak perkumpulan dan komunitas. Jadi hari-hari saya banyak diisi bertemu dengan banyak teman dan sahabat. Ada kelompok paduan suara, veteran,  menari, dan lainnya,” katanya.

Banyak teman menjadi salah satu kunci yang dimiliki Wibowo sehingga tidak kesepian. Namun begitu banyak sahabat-sahabat masa lalu yang sudah meninggal.  Kalau ingat mereka Wibowo mengaku sedih.

Salah satu keuntungan menjadi sosok sepuh, menurut Wibowo adalah dia dihormati di berbagai acara atau komunitas.

Ikut Berjuang di Masa Kemerdekaan

Menilik perjalanan Wibowo, maka akan ditemui kehidupan penuh warna. Dia lahir di Madiun 20 Mei 1920. Sejak kecil dia dan kakaknya diminta ikut belajar menari Jawa dan gamelan. Tak heran Wibowo memang memiliki jiwa seni yang tinggi, dia suka menari, menyanyi, dan melukis.

Wibowo ternyata memiliki pengalaman pada masa-masa perjuangan kemerdekaan. Dia pernah bergabung menjadi anggota staf Tentara Genie Pelajar (TGP) sebagai perwira staf IV Brigade 17 AD. Ada empat saudara kandung lainnya yang juga bergabung menjadi tentara.

Setelah Jepang menyerah pada pasukan sekutu, maka mereka diharuskan menyerahkan senjata-senjatanya ke pasukan sekutu. Wibowo di Madiun ikut merebut persenjataan Jepang. “Di Madiun saya dan beberapa teman menyerang markas Kempetai di Jalan Wilis, hanya  dengan senjata bambu runcing. Kami berjalan ke hutan-hutan,” katanya mengenang.

“Saya bertugas menyelidiki daerah yang aman dilalui dan menempati tentara TGP serta mengatur logistik. Kami juga menyusup  ke dalam kota, menganalisa keadaan, mengumpulkan logistik yang telah dihimpun teman-teman di kota,” kata Wibowo yang pernah menjabat Wakil komandan Barisan Pionir/Logistik TGP, Komandan Perwailan TGP di Brigade XVII, dan Perwira Staff IV Brigade XVII.

Ada banyak pengalaman saat itu yang tetap diingat Wibowo. Termasuk ketika dia pernah ditangkap tentara Belanda (KNIL) dan dipenjara selama enam hari bersama  ketujuh temannya. Setiap jam 2 pagi dia dan teman-temannya dibangunkan dan diinterogasi. Kadang dicambuk dengan bambu. Dia bisa keluar karena kebetulan  pamannya  yang menjadi kepala penjara.

Pada 1949, Wibowo ditugaskan sebagai perwakilan TGP di Markas Besar BRIGADE 17 AD di Yogya. Dia bersama beberapa temannya bermarkas di Jalan Menur, Yogyakarta dengan tugas memberi laporan mengenai pasukan.  Beberapa penghargaan yang diterimanya adalah  Bintang Gerilya (Anugrah Presiden – Panglima Tertinggi) 10 November 1958, Gelar kehormatan Veteran Pejuang Kemerdekaan RI (Keputusan Menteri HANKAM/Panglima Angkatan Bersenjata), Satya Lencana  Perang Kemerdekaan RI 1 (Keputusan Menteri Pertahanan), Satya Lencana Peristiwa Perang Kemerdekaan RI 2 (Keputusan Menteri Pertahanan), dan penghargaan lainnya.

Kuliah di Belanda dan Jerman

Akhir 1949, Wibowo setelah lulus SMA Perjuangan di Yogya, dia meneruskan pendidikan di Techn Hoogescool (sekarang ITB), Bandung. “Pada 1951 saya diusulkan mengikuti tes di Jakarta untuk  beasiswa ke Belanda. Saya lulus dan  awal 1952 bersama  12 orang  berangkat sebagai pengiriman dari KUDP (bekas pejuang) dan menumpang kapal laut bernama Oranye. Rute dari  Jakarta, Srilanka, Suez, Gibraltar, dan Amsterdam selama tiga minggu,” paparnya sambil mengenang hidupnya.

Hal unik ketika pertama kali mereka  melihat salju. “Saat itu semua memakai  winter mantel, hanya teman saya  Achmadi yang memakai kaus wol terusan dengan lengan dan kaki panjang yang asing bagi kami. Kami gembira menengadah menyambut salju. Setelah kami tiba di Belanda, kami baru tahu kalau pakaian yang dikenakan Achmadi adalah pakaian dalam (longjhon),” katanya tertawa gembira.

Akhirnya Wibowo bersama rombongan tiba di Belanda dan turun dari kapal.  “Setelah beberapa lama di Belanda, kami berpisah menuju universitas masing-masing. Selanjutnya pada tahun 1955 saya ke Berlin untuk melanjutkan kuliah. Karena saat itu hubungan Indonesia dan Belanda memburuk dengan adanya pembebasan Irian Barat,” tambahnya.

Saat di Berlin dia memiliki banyak teman dari berbagai  negara Eropa Timur, seperti Jerman Timur, Polandia, Rusia, dan Yugoslavia. Bila memasuki  musim panas Wibowo sering bekerja di restoran, pabrik minuman atau menjadi supir taksi. Uang hasil kerja dia  gunakan untuk biaya hidup. Dia juga diharuskan praktik  kerja di kapal-kapal yang juga membawanya memiliki pengalaman berharga.

Main Film Bersama Omar Syarif

Selama di Jerman, Wibowo  secara tidak langsung menjadi duta kesenian Indonesia. Dia kerap tampil ke berbagai acara seni dan budaya Indonesia untuk beberapa negara Eropa Barat dan Timur. “Setiap tanggal 17 Agustus, saya diminta ikut merayakan Hari Kemerdekaan di Kedutaan Besar RI   seperti Bonn, Moskwa, Belgard, London, Praha, Wina, dan Amsterdam. Selain itu pada festival-festival pemuda sedunia di Moskwa dan Rumania saya juga terlibat. Biasanya saya menari  Gatot Kaca atau sebagai Panji,” ungkap Wibowo mengenang.

Pengalaman paling unik bagi Wibowo adalah punya kesempatan berakting dalam  beberapa film. Dia berperan dalam film-film detektif Jerman seperti Die gelbe Schanlg, River Kwai Bridge, dan lainnya.

“Saya pernah bermain di film Amerika berjudul  Djingis Khan bersama James Mason dan Omar  Syarif. Banyak kenangan suka duka dalam hidup saya,” papar Wibowo yang pernah menjabat Wakil Ketua PPI Pusat Belanda/Delft, Ketua PPI Cabang Berlin, Jerman Wakil Ketua PPI Pusat,  Wakil Direktur Perusahaan All Music Jerman ini ramah.

Kenangan Manis Ira dan Ari Wibowo

Pada 1982 Wibowo kembali ke Indonesia. Wibowo pernah bekerja di beberapa perusahaan dan beberapa organisasi. Saat di Indonesia, banyak kenangan lain yang dialami, termasuk kenangan ketika Ira dan Ari Wibowo saat mereka kecil dan remaja. Dia bercerita betapa sulitnya dia mencari sekolah untuk Ira di Jakarta. Ada sekolah yang mau menerima namun dia harus turun grade dan dia tidak mau. Tidak hanya itu, waktu itu Ira hanya bisa berbahasa Jerman tidak bisa berbahasa Indonesia.

Sedangkan Ari itu dahulu sering berkelahi. Kalau pulang sekolah dia biasanya banyak lecet. Ari sejak dahulu punya sikap pemberani dan selalu membela banyak orang.  “Saya senang mengenang saat-saat mereka kecil dan remaja.  Kalau sekarang bertambah ada cucu. Ini membuat saya nyaman. Keluarga itu penting,”  papar Wibowo yang pernah menjabat Wakil komandan Barisan Pionir/Logistik TGP, Komandan Perwailan TGP di Brigade XVII, dan Perwira Staff IV Brigade XVII.

Berbagi Rahasia Hidup Sehat

Apa yang membuatnya selalu hidup sehat pada masa senja? “Saya sejak dahulu suka olahraga. Saya bermain golf dan menari. Saat ini saya kalau bangun pagi, saya jalan keliling lingkungan rumah, saya menyapu dan bebersih rumah. Sehingga badan saya tetap bergerak. Pokoknya jangan berdiam diri. ”

Wibowo sejak dulu sudah peduli  soal makanan. Dia lebih banyak makan ikan dan karbohidrat sedikit saja, banyak makan buah-buahan, sayur-sayuran dan nasi sedikit. “Saya minum minimal dua liter sebelum makan.  Saya batasi porsi makan,  cukup 70% rasa kenyang. Saya juga rajin check up.“

“Banyak bersabar, bersyukur dalam menjalani masa tua juga menjadi rahasia sehat saya.  Dengan berdoa kita meminta kekuatan dan perlindungan Tuhan dan dapat  menghindari stres,” katanya menutup perjumpaan.

Subscribe